Selamat Datang di Blogger "SASTRALISAN" Semoga Bermanfaat

Senin, 12 November 2012

MASALAH KEBAHASAAN DAN PERENCANAAN BAHASA








BAB I
PENDAHULUAN

11. Latar Belakang

Perencanaan bahasa sangat penting sebagai usaha bukan saja untuk melestarikan pengarahan bahasa, tetapi juga untuk menghilangkan konflik-konflik bahasa Konflik bahasa dapat mengakibatkan konflik fisik yang pada gilirannya menganggu stabilitas ketahanan nasional suatu bangsa. Kita melihat, bahwa bahasa berwujud dalam pemakian baik secara lisan maupun tertulis yang dihasilkan oleh setiap penutur bahasa yang bersangkutan. Oleh karena itu, bahasa menyangkut kepentingan semua penutur bahasa, maka sepantasnya kalau persoalan bahasa memerlukan perencanaan yang matang. Perencanaan bahasa memuat kebijaksanaan, pengarahan, dan dampak perencanaan itu sendiri.
Berdasarkan keterangan di atas, kami sengaja membahas masalah kebahasan dan perencanaan bahasa dan seluk beluknya. Pendapat para ahli tentang perencanaan bahasa serta ancangan alternatif untuk perlakuan masa kebahasaan telah kami buat dalam bentuk sebuah artikel yang sederhana.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas maka permasalahan mendasar yang hendak ditelaah oleh artikel ini adalah :
1. Apa saja masalah kebahasaan itu ?
2. Apa pendapat para ahli tentang perencanaan bahasa ?
3. Apa aspek-aspek perencanan bahasa itu
4.  Bagaimana alternatif untuk perlakuan masalah kebahasaan ?
1.3  Tujuan dan Manfaat
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk :
1. Menjelaskan masalah kebahasaan.
2. Menjelaskan pendapa para ahli tentang perencanaan bahasa..
3. Menjelaskan aspek-aspek perencanaan bahasa.
4. Mengidentifikasi ancangan alternatif perlakuan masalah kebahasaan.
 Manfaat penyusunan makalah ini adalah untuk menambah wawasan mahasiswa jurusan bahasa Indonesia tentang masalah perencanaan bahasa..




BAB II 
PEMBAHASAN
MASALAH KEBAHASAAN DAN PERENCANAAN BAHASA

2.1 LINGUISTIK DAN MASALAH KEBAHASAAN

2.1.1 M asalah Kebahasaan

Dalam pandangan linguistic umum kajian bahasa merupakan wilayah yang sangat luasa cakupannya untuk dijadikan bahan penelitian. Apalagi jika dalam masyarakat bahasa yang jumlahnya sangat besar. Misalnya, diperkirakan bahwa di Negara kita terdapat 300 bahasa, di Afrika ada 200 bahasa bantu, di Amerika selatan ada 550 bahasa demikian juga di Rusia ada 100 bahasa. Namun diantara banyaknya bahasa tersebut juga menyimpan sejumlah masalah. Kematian bahasa di dunia ini jauh lebih besar daripada kelahiran bahasa. Oleh karena itu untuk menjaga kelestarian bahasa-bahasa tersebut perlu diupayakan suatu pemerian bahasa sebelum bahasa tersebut hilang dari permukan bumi. Kasus menghilanganya suatu bahasa dikarenakan jumlah penutur suatu bahasa relative kecil sehingga dapat musnah dalam satu, dua generasi. Penyebab lain hilangnya suatu bah asa dikarenakan bahasa tersebut tidak mengenal tulisan. Oleh karenanya bahasa tersebut perlu direkam baik bentuk lisan maupun tulisan.  
Arus nasioanalisme dan terbentuknya suatu Negara kebangsaan yang baru, menimbulkan aspirasi kepemilikan bahasa nasional sebagai lambang kesatuan bangsa yang dapat memupuk rasa kesetiaan politis. Suatu pemerintahan dapat berjalan dengan baik apabila ada bahasa resmi kenegaraan sebagai alat komunikasi. Komunikasi dapat berjalan dengan lancar apabila ada kesaman bahasa diantara sesama penuturnya. Keberhasilan program pembangunan pemerintah tidak saja tergantung pada kekayaan alam sumber daya manusianya, taraf keterampilan rakyatnya atau modal keuangan yang tersedia, tetapi juga ada kemungkinan terutama pada taraf pemahaman rakyat akan maksud pembangunan itu.
Penentuan bahasa kebangsaan dan bahasa resmi kenegaraan juga menimbulkan sejumlah masalah kebahasaan lain. Jika bahasa nasional banyak ragam dialeknya, ragam mana yang digunakan untuk mengatasi sejumlah dialek tersebut. Ini merupakan tantangan yang harus diselesaikan permasalahnya. Secara garis besar masalah bahasa dapat digolongkan dalam tiga kategori :
1. Masalah yang berkenaan dengan kedudukan bahasa.
2. Sandi bahasa.
3. Pemakaian bahasa oleh warga masyarakat.
Keterlibatan ahli bahasa dalam kegiatan pemecahan masalah kebahasaan, secara umum dapat dianggap sebagai sebagai usaha penerapan ilmunya yang didorong oleh keprihatinan profesionalnya untuk turut memecahkan serangkaian masalah manusia di bidang komunikasi.

2.1.2 Sosiolonguistik dan pemecahan masalah kebahasaan

Ahli linguistic disamping berminat mengkaji bahasa dari struktur dan analisisnya, mereka juga  tertarik  pada studi tentang tata hubungan kebahasaan dengan perilaku pemakai bahasa tersebut. Dari kajian tersebut dapat diperoleh suatu wawasan bahwa perilaku kebahasaan sebenarnya cerminan perilaku kemasyarakatan.
Ahli bahasa , menurut Haugen (1966a:1972) dapat berperan sebagai berikut :
1. Sebagai sejarawan
Ahli bahasa dapat merunut jejak sejarah bahasa yang diselidikinya. Studinya dapat menetapkan  kesinambungan adat orang berbahasa. Ia dapat menelaah perbedaan antara berbentuk yang asli dengan bukan asli. Pendapat mereka dapat dijadikan dasar untuk menyelesaikan masalah kabahasaan.
2. Sebagai pemeri bahasa
Ahli bahasa dapat menyiapkan deskripsi yang akurat tentang bahasa masa kini, baik  ragam tulisannya maupun ragam lisannya. Hasil pekerjaannya dapat berbentuk pedoman ejaan, buku tata bahasa, kamus, pedoman langgam tulisan dan kaidah pembentukan istilah.
3. Sebagai ahli teori
Ahli teori dapat memberikan pengarahan dalam pemahaman hakikat bahasa, dan berkat keahliannya di bidang teknik analisis bahasa ia dapat melukiskan rancangan bahasa. Pengetahuannya  tentang hubungan antara ragam lisan dan tulisan menjadikan ia mampu meramalkan apa yang akan terjadi jika manipulasi. Ia menyadari pentingnya kesatuan struktur demi komunikasi yang efesien dan sekaligus ia mengakui keleluasan penyimpangan perorangan.
4. Sebagai guru
Tugas seorang guru adalah mengajakan pemakaian bahasa yang baik dan benar

2.2 BEBERAPA DEFINISI PERENCANAAN BAHASA
Negara-negara yang multilingual, multikultural, dan multirasial menurut Chaer dan Agustina  (1955)  untuk menjamin kelangsungan komunikasi kebangsaan perlu dilakukan suatu perencanaan bahasa ( language planning ) yang harus dimulai dengan kebijaksanaan bahasa N ( language policy ). Misalnya, seperti Indonesia, Singapura, Filipina, Malaysia, dan India merupakan negara yang multilingual, multirasial, dan multikultural yang memerlukan adanya kebijakan bahasa agar pemilihan atau penentuan bahasa tertentu sebagai alat komunikasi tidak menimbulkan gejolak politik yang dikhawatirkan dapat menggoyahkan kehidupan bangsa di negara tersebut.
Berikut ini adalah pengertian perencanaan bahasa menurut para ahli.
1. Haugen (1995) mengemukakan perencanan bahasa adalah usaha untuk membimbing perkemgangan bahasa ke arah yang diinginkan oleh para perencana. Perencanaan tersebut tidak semata-mata untuk meramalkan masa depan berdasarkan apa yang diketahui dari masa lampu, tetapi perencanaan tersebut merupakan usaha terencana untuk mempengaruhi masa depan.
2. Ray (1961) mengemukakan bahwa  tujuan perencanaan bahasa terbatas pada sasaran anjungan atau rekomendasi yang aktif untuk mengatasi masalah pemakaian bahasa dengan cara yang paling baik.
3. Tauli (1964,1968,1974) mengemukakan bahwa perencanaan bahasa untuk mencari norma yang ideal atas dasar prinsip kejelasan, kehematan dan keindahan.
4. Neustupuy (1970) mengemukakan bahwa mengatasi masalah bahasa dapat dilakukan dengan dua cara yakni :
a. Ancangan garis haluan meliputi pemilihan bahasa kebangsaan, pembakuan bahasa, keberaksaraan, serta tata ejaan. Ancangan ini bersifat makroskopis
b. Ancangan pembinaan meliputi ketetapan dan keefisienan dalam pemakaian bahasa serta kendala dalam komunikasi. Ancangan ini bersifat mikroskopis.
5. Kless (1964) membedakan dua dimensi perencanaan bahasa :
a. Perencanaan status bahasa meliputi perencanaan kedudukan suatu bahasa dan tata hubungan dengan bahasa lain.
b. Perencanaan korpus bahasa meliputi pengubahan ejaan dan pembentukan istilah.
6. Garvin (1973) mengajukan perencanaan  bahasa dalam dua kategori ;
a. Pemilihan bahasa untuk tujuan yang direncanakan seperti bahasa sebagai bahasa kebangsaan, atau bahasa resmi serta factor-faktor di luar bahasa.
b. Pengembangan bahasa untuk peningkatan bekeraksaraan dan usaha pembakuan bahasa.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dilihat bahwa berbagai istilah dengan berbagai variasi pengertian tentang perencanaan bahasa; namun, ada satu kesamaan, yaitu sama-sama berusaha untuk membuat penggunaan bahasa atau bahasa-bahasa dalam satu negara di masa depan menjadi lebih baik dan terarah

2.3 PROSEDUR PERENCANAAN BAHASA

Berbicara tentang prosedur perencanaan bahasa  Haugen menganjurkan agar perencanaan bahasa dimulai dengan pengetahuan kebahasaan. Prosedur perencanaan bahasa ditujukan pada bentuk bahasa dan fungsi bahasa. Bentuk bahasa meliputi pemilihan norma bahasa yang implementasinya pada kodifikasi norma bahasa yakni pernyataan eksplisit tentang norma itu. Sedangkan fungsi bahasa meliputi pemakaian bahasa dalam berbagi bidang seperti bidang ilmiah, sastra,kehidupan rohani yang implementasinya yang ditujukkan pada khalayak sasaran..
Dari beberapa pendapat di atas dapat dilihat bahwa berbagai istilah dengan berbagai variasi pengertian tentang perencanaan bahasa; namun, ada satu kesamaan, yaitu sama-sama berusaha untuk membuat penggunaan bahasa atau bahasa-bahasa dalam satu negara di masa depan menjadi lebih baik dan terarah.


2.4 ASPEK-ASPEK PERENCANAAN BAHASA
Das Gufta dan Ferguson (1977) mengemukakan aspek perencanaan bahasa meliputi :
a. Aspek indikatif yakni pertimbangan situasi kebahasaan dalam keperluan pembangunaan social dan beberapa  arah perubaahan.
b. Aspek regulative yakni perlu adanya tindakan pihak berwewenang seperti peraturan resmi yang disertai sanksi
c. Aspek produksi yakni pengembangan kemampuan bahasa un  tuk memenuhi tuntutan baru yang mungkin akan timbul dalam berbagai bidang kehidupan.
d. Aspek promosi yakni pengolahan produksi dan standar yang baru dikalangan pemerintah, pendidikan, media massa.
 
2.5 ANCANGAN ALTERNATIF  UNTUK PERLAKUAN MASALAH KEBAHASAAN
Beberapa ancangan alternative untuk perlakuan masalah kebahasaan meliputi :
1. Garis haluan kebahasaan yang berkenaan dengan penentuan kedudukan bahasa dan fungsi sosiolinguistiknya
2. Pengembangan bahasa meliputi sandi bahasa.
3. Pembinaan bahasa untuk meningkatkan jumlah pemakai  bahasa, mutu bahasa melalui penyebaran hasil pembakuan dan penyuluhan serta pembimbingan.
4. Cakupan perencanaan  bahasa yang diterapkan pada ancangan pembinaan dan pengembangan bahasa.



BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan

Kasus bahasa di dunia ini jauh lebih besar daripada kelahiran bahasa. Oleh karena itu untuk menjaga kelestarian bahasa-bahasa tersebut perlu diupayakan suatu pemerian bahasa sebelum bahasa tersebut hilang dari permukan bumi. Kasus menghilanganya suatu bahasa dikarenakan jumlah penutur suatu bahasa relative kecil sehingga kematian dapat musnah dalam satu, dua generasi. Penyebab lain hilangnya suatu bah asa dikarenakan bahasa tersebut tidak mengenal tulisan. Oleh karenanya bahasa tersebut perlu direkam baik bentuk lisan maupun tulisan.

Perencanan bahasa adalah usaha untuk membimbing perkemgangan bahasa ke arah yang diinginkan oleh para perencana. Perencanaan tersebut tidak semata-mata untuk meramalkan masa depan berdasarkan apa yang diketahui dari masa lampu, tetapi perencanaan tersebut merupakan usaha terencana untuk mempengaruhi masa depan.

Ahli bahasa  berperan sebagai berikut : sebagai sejarawan, pemeri bahasa, ahli teori serta guru bahasa
Beberapa ancangan alternative untuk perlakuan masalah kebahasaan meliputi garis haluan kebahasaan yang berkenaan dengan penentuan  kedudukan bahasa dan fungsi sosiolinguistiknya. Pengembangan bahasa meliputi sandi bahasa. Pembinaan bahasa untuk meningkatkan jumlah pemakai  bahasa, mutu bahasa melalui penyebaran hasil pembakuan dan penyuluhan serta pembimbingan. Cakupan perencanaan  bahasa yang diterapkan pada ancangan pembinaan dan pengembangan bahasa.
3.2 Saran
Perlu adanya perhatian terhadap kelestaria bahasa-bahasa di dunia ini agar tidak muda hilang di permukaan bumi.

ANALISIS CERITA RAKYAT


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 

Cerita rakyat merupakan prosa lama berupa tradisi lisan. Dalam bahasa sehari-hari cerita rakyat lebih dikenal masyarakat sebagai dongeng. Dongeng ini, hidupa dan berkembang dalam masyarakat tertentu, tetapi tidak pernah diketahui siapa pengarangnya. Sebagai genre sastra lisan, cerita rakyat memiliki manfaat yang banyak bagi masyarakat pendukungnya. Di dalamnya terkandung nilai-nilai pendidikan maupun nilai-nilai moral yang bermanfaat.
Cerita rakyat merupakan suatu cerita fantasi yang kejadian-kejadiaanya tidak benar-benar terjadi. Cerita rakyat disajikan dengan  cara berutur lisan oleh tukang cerita. Goldman menyatakan bahwa karya sastra yang juga termasuk sastra lisan, merupakan struktur yang lahir dari proses sejarah yang terus berlangsung yang hidup dan dihayati masyarakat asal karya sastra itu lahir (Faruk, 1999:12). Sejalan dengan itu Mattaliji mengemukakan bahwa sastra lisan mempunyai hubungan erat dengan masyarakat tempat sastra lisan itu berada, baik dalam hubungannya dengan masyarakat di masa lalu, masa sekarang, maupun masa yang akan dating (Larupa, dkk. 2002:1).
Dalam kehidupan anak-anak, cerita rakyat sering kali menjadi kisah yang sangat menarik bagi sang anak  sehingga menjadi senjata paling ampuh bagi sang ibu untuk menidurkan anaknya. Tanpa disadari, sebenarnya cerita rakyat yang didengar secara tidak langsung akan membentuk sikap dan moral sang anak. Ajaran atau kandungan moral dalam cerita rakyat,  akan membentuk sang anak manjadi patuh terhadap kedua orang tuanya. Anak-anak akan merasa takut menjadi durhaka karena teringat hukuman atau balasan yang diterima sang anak dalam cerita-cerita jika durhaka terhadap orang tuanya. Dengan demikian cerita rakyat tidak hanya sebagai cerita pengantar tidur akan tetapi dapat membentuk moral anak-anak.
Dewasa kini budaya lokal yang menjadi ciri khas dan jiwa bangsa semakin terkikis oleh budaya asing. Hal ini terjadi karena arus globalisasi yang melibatkan negara-negara di dunia menjadi begitu mudahnya budaya-budaya asing masuk dan dan berbaur dengan budaya lokal yang secara langsung dapat mempengaruhi tatanan budaya bangsa. Demikian halnya cerita rakyat seakan-akan terlupakan dan enggan dikaji.
Di dalam perkembangan  zaman dan teknologi sekarang ini, bertambahnya pengetahuan dan berubahnya gaya hidup  masyarakat berpengaruh pada sastra dunia. Banyak bermunculan sastra-sastra modern dengan asas kebebasan yang sering kali mengabaikan jati diri bangsa. Bersamaan itu pula folklore dalam hal ini cerita rakyat semakin ditinggalkan dan dilupakan oleh masyarakat. Cerita rakyat sebagai salah satu hiburan dalam masyarakat tampaknya tenggelam oleh cerita sinetron dan sejenisnya yang disuguhkan di televise. Salah satu alasannya karena sinetron lebih nyata alurnya sehingga mudah dipahami dan dinikmati. Padahal cerita rakyat merupakan tradisi budaya yang memegang nilai-nilai luhur. Di dalamnya terdapat ajaran moral yang bermanfaat bagi generasi penerus untuk menjaga sifat-sifat budaya bangsa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kebudayaan daerah dalam pembangunannya di sektor kebudayaan mempunyai peranan yang penting untuk memperkaya kebudayaan nasional. Cerita rakyat merupakan salah satu aset dalam khasanah kebudayaan nasional yang menjadi kebanggaan  bangsa dengan budayanya yang beraneka ragam. 
Secara spesifik cerita rakyat Tula-tula Saidhi Rabba sebagai cerita rakyat masyarakat Muna, merupakan gambaran jelas tentang masyarakat, yaitu sistem nilai dan sistem budaya yang ada pada masyarakat sebelumnya yang kini masih berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Muna. Di dalamnya terdapat nilai-nilai yang bermanfaat bagi masyarakat Muna, yakni cerminan perilaku dan pandangan hidup yang baik dan patut untuk digali.
Dari uraian di atas semakin mendorong penulis untuk melakukan pengkajian secara ilmiah terhadap Tula-tula Saidhi Rabba, dengan mengungkapkan nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam cerita tersebut sebagai nilai yang bermanfaat bagi masyarakat Muna. Hasil kajian ini diharapkan dapat meningkatkan rasa kecintaan  kita terhadap budaya lokal sekaligus menjaga sastra daerah dari kepunahan. 

1.1 Masalah  

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam kajian ini adalah “Bagaimana nilai kehidupan dalam cerita rakyat Tula-tula Saidhi Rabba?

1.2 Tujuan 

Tujuan dari tulisan ini adalah mendeskripsikan nilai-nilai kehidupan dalam cerita rakyat Tula-tula Saidhi Rabba.

1.3 Manfaat

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat Tula-tula Saidhi Rabba.
b. Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat Tula-tula Saidhi Rabba.
1.4 Ruang Lingkup

Penulisan makalah ini  membahas cerita rakyat tula-tula Saidhi Rabba yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Muna dengan mengungkapkan nilai keagamaan, nilai sosial, dan nilai moral yang terdapat dalam cerita.


BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Nilai

Kandungan nilai suatu karya sastra lama adalah unsur esensial dalam karya sastra itu secara keseluruhan. Pengungkapan nilai-nilai dalam karya sastra, bukan saja memberikan pemahaman tentang latar belakang sosial budaya si pencerita, akan tetapi mengandung gagasan-gagasan dalam menanggapi situasi yang terjadi dalam masyarakat tempat karya sastra itu lahir. Hal ini seperti yang diungkapkan Supardi Joko Damono, bahwa sastra mencerminkan norma, yakni ukuran perilaku yang oleh anggota masyarakat diterima sebagai cara yang benar untuk bertindak dan menyimpulkan sesuatu. Sastra juga mencerminkan nilai-nilai yang  secara sadar diformulasikan dan diusahakan oleh warganya dalam masyarakat (Yunus, dkk., 1990:104)
Sehubungan dengan konsep nilai, Purwadarminta menjelaskan bahwa nilai adalah kadar isi yang memiliki sifat-sifat atau hal-hal penting yang berguna bagi kemanusiaan (Yunus, dkk., 1990:104). Nilai adalah sesuatu yang penting atau hal-hal yang bermanfaat bagi manusia atau kemanusiaan yang menjadi sumber ukuran dalam sebuah karya sastra. Nilai adalah ide-ide yang menggambarkan serta membentuk suatu cara dalam sistem masyarakat sosial yang merupakan rantai penghubung secara terus-menerus dari kehidupan generasi terdahulu.
Secara umum karya sastra mengungkapkan sisi kehidupan manusia dengan segala macam perilakunya dalam bermasyarakat. Kehidupan tersebut diungkapkan dengan menggambarkan nilai-nilai terhadap perilaku manusia dalam sebuah karya. Olehnya itu, sebuah karya sastra selain sebagai pengungkapan estetikan, di sisi lain juga berusaha memberi nilai-nilai yang bermanfaat bagi kehidupan.

Penjabaran nilai dalam karya sastra oleh banyak ahli sangatlah beragam. Mengenai hal itu, Wahid mengemukakan bahwa seorang penulis tidak mengkin mengelakkan diri dari pengunaan beberapa ide tentang nilai ( Wahid, 2005:35). Sehubungan dengan pengelompokan nilai, Najib menjelaskan bahwa secara garis besar nilai-nilai kehidupan yang ada dalam karya sastra terdiri atas tiga golongan besar yaitu (1) nilai keagamaan, (2) nilai social (3) nilai moral. Selanjutnya, nilai-nilai tersebut masih dapat dikelompokan dalam bentuk yang kecil, yaitu nilai agama terdiri atas nilai tauhid, nilai pengetahuan, nilai penyerahan diri kepada takdir. Nilai sosial terdiri atas nilai gotong-royong, musyawarah, kepatuhan, kesetiaan dan keikhlasan. Dan nilai moral terdiri atas nilai kejujuran, nilai kesopanan, ketabahan, dan menuntut malu atau harga diri (Zahafudin, 1996:22).

2.1.1 Nilai Keagamaan

Sastra dengan agama mempunyai hubungan yang sangat erat. Banyak karya sastra menjadi jalan atau sarana penyampaian nilai-nilai keagamaan. Dalam pembicaraan mengenai hubungan sastra dan agama, Mangun Wijaya lebih cenderung mengunakan istilah religius dan religiusitas daripada istilah agama dan religi. Agama lebih menitiberatkan pada kelembagaan yang mengatur tata cara penyembahan manusia kepada penciptanya, sedangkan religiusitas lebih menekankan kualitas manusia beragama (Yunus, dkk,.1990:106)
Sehubungan dengan fungsi sastra dengan pengungkapan nilai keagamaan. Mural Esten berpendapat bahwa ada tiga corak yang dapat kita lihat dalam sastra dalam hubungannya dengan keagamaan, yakni mempersoalkan praktek ajaran agama,   sastra mencipta dan mengungkapkan masalah tertentu berdasarkan ajaran-ajaran agama dan kehidupan agama hanya sebagai latar belakangnya (Yunus, dkk., 1990:106)
Bertolak dari uraian  yang dikemukakan diatas, yang dimaksud dengan nilai keagamaan dalam pembahasan ini adalah konsep tentang penghargaan tertinggi yang dilaksanakan atau yang diberikan masyarakat kepada yang bersifat suci yang menjadi pedoman bagi tingkah laku keagamaan warga masyarakat yang bersangkutan.

2.1.2 Nilai Sosial

Manusia adalah mahluk sosial. Sebagai mahluk social, manusia tidak dapat bertahan hidup tanpa bantuan dan dukungan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya dalam berbagai aktifitasnya. 
Nilai sosial adalah sosial budaya yang menjadi ukuran  atau penilaian pantas atau tidaknya suatu keinginan dan kebutuhan dilakukan. Nilai ini memperlihatkan sejauh mana seseorang individu dalam masyarakat mengikat diri dalam kelompoknya. Satu individu selalu berhubungan dengan individu lain sebagai anggota masyarakat (Yunus, dkk., 1990:114)

2.2.3 Nilai Moral

Moral membahas tentang ajaran baik buruknya suatu perbuatan atau kelakuan manusia terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang lain. Dengan demikian nilai moral menyangkut nilai hubungan manusia dengan manusia dan nilai hubungan manusia  dengan dirinya sendiri.
Nilai moral adalah nilai kesusilaan yang dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, antara yang benar dan salah. Dalam hal ini mengenai sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, dan susila (Purna, 1993:4) 

2.2 Pengertian Cerita Rakyat

Cerita rakyat adalah cerita yang hidup ditengah-tengah masyarakat dan berkembang dari mulut ke mulut. Dalam folklore, cerita rakyat merupakan bentuk folklor lisan yaitu cerita yang disampaikan secara lisan oleh pencerita. Wirjosudarmo (Isnan, 2003:11) mengatakan bahwa cerita pelipur lara adalah cerita yang member hiburan kepada orang yang mendengarkan dan diungkapkan oleh ahli cerita yang disebut pelipur lara.

2.3 Ciri-Ciri Cerita Rakyat
Ciri-ciri cerita rakyat antara lain :
a).  Disampaikan secara lisan. Salah satu sifat cerita rakyat yang utama terletak pada cara penyampaianya. Pada lazimnya cerita rakyat disampaikan melalui tuturan. Ia dituturkan secara individu kepada seorang individu atau sekelompok individu.
b). Sering kali mengalami perubahan. Cerita rakyat merupakan suatu yang dinamik, dimana ia akan mengalami perubahan seperti penambahan atau pengurangan, menurut peredaraan waktu. Oleh karena itu, kita menjumpai berbagai variasi untuk cerita rakyat di tempat yang berlainan.
c).  Merupakan kepunyaan bersama. Soal hak cipta tidak ada pada  cerita rakyat. Tak seorang pun yang mengaku sebagai pengarang cerita rakyat tertentu sehingga cerita rakyat bersifat anomim.
d). Sering memiliki unsur irama. Cerita pelipur lara senantiasa disampaiakan pencerita senantiasa mengandung unsur irama yang menarik. Pengaturan ini agar cerita lebih menghibur juga untuk memudahkan penceritaanya.

2.4 Jenis-jenis cerita rakyat
2.4.1 Legenda
      Legenda adalah cerita yang dipercaya oleh beberapa penduduk setempat benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci atau sakral yang membedakanya dengan mitos. Menurut WR. Bascom legenda adalah cerita yang mempunyai cirri-ciri mirip dengan mite yakni dianggap benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci.

       Legenda sering memiliki keterkaitan dengan sejarah dan kurang keterkaitan dengan masala supranatural. Legenda dapat dipahami sebagai cerita magis yang sering dikaitkan dengan seorang,  tokoh, peristiwa, dan tempat-tempat nyata, Michael (Nurgiantoro, 2005:182).
2.4.2 Mite
Istilah mite atau mitos dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani “mythos” yang berasal dari cerita dewata.  Mitos merupakan cerita masa lampau yang dimiliki bangsa-bangsa di dunia. Menurut Bascom (Atmiawati, 2010:12) berpendapat bahwa mitos merupakan prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang punya cerita.

Mitos adalah cerita yang berkaitan dengan dewa-dewa atau yang berkaitan dengan supranatural yang lain, juga sering mengandung pendewaan manusia atau manusia keturunan dewa, Nurgiyantoro (2005:24).
2.4.3 Dongeng

        Dongeng pada dasarnya merupakan karya prosa rakyat yang dihasilkan oleh masyarakat yang di dalam penuh dengan hal-hal yang brupa khayalan dan diliputi unsure-unsur keajaiban. Nurgiantoro (2002:18) memberi batasan bahwa dongeng adlah cerita rekaan yang penuh dengan fantasi, sukar diterima dengan logika pikiran kita sekarang atau dengan kata lain merupakan cerita yang hidup dan berkembang dalam masyarakat lama. Jadi dongeng merupakan cerita prosa rakyat yang dianggap tidak benar-benar terjadi, Ia diceritakan sebagai hiburan, berisikan ajaran moral bahkan sindiran.
2.4.4 Cerita Wayang
Wayang adalah sebuah wiracerita yang berpakem pada dua karya besar, yakni Ramayana dan Mahabrata. Cerita wayang dan pewayangan sebagaimana yang dikenal orang dewasa ini merupakan warisan budaya nenek moyang yang telah bereksistensi sejak jaman prasejarah. Wayang telah melewati berbagai peristiwa sejarah dari generasi ke generasi sebagai milik bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Jawa.

2.5 Fungsi Cerita Rakyat

Menurut Bascom (Sikki, dkk. 1985:13) mengemukakan fungsi cerita rakyat pada umumnya sebagai berikut :
1. Cerita rakyat mencerminkan angan-angan kolompok. Peristiwa yang diungkap oleh cerita rakyat tidak benar-benar terjadi dalam kenyataan sehari-hari, tetapi merupakan proyeksi dari angan-angan atau impian rakyat jelata.
2. Cerita rakyat digunakan untuk mengesahkan dan menguatkan suatu adat kebiasaan pranata-pranata yang merupakan lembaga kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.
3. Cerita rakyat dapat berfungsi sebagai lembaga pendidikan budi pekerti kepada anak-anak atau tuntutan dalam hidup.
4. Cerita rakyat berfungsi sebagai pengendalian sosial atau alat pengawasan, agar norma-norma masyarakat dapat dipenuhi.
Jadi cerita rakyat selain berfungsi sebagai bagian dari sejarah, juga berfungsi menanamkan nilai-nilai moral, etika, dan religius terhadap masyarakat, generasi-generasi penerusnya dimana tempat cerita itu tumbuh dan berkembang.



BAB III

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


3.1 Analisis Data
Dalam analisis makalah ini mengunakan pendekatan hermeneutik. Pendekatan hermeneutik ini lebih cenderung atau diartikan sebagai upaya interpretasi makna dalam cerita dengan penafsiran-penafsiran yang tepat terhadap fenomena yang terjadi dalam cerita (Endraswara, 2009:151).
Selanjutnya untuk mengklasifikasi bagian-bagian cerita yang mengandung nilai kehidupan dengan interpretasi dan penafsiran yang sesuai.
3.2 Pembahasan
Penjabaran nilai dalam karya sastra oleh banyak ahli sangat beragam. Mengenai hal itu, Wahid mengemukakan bahwa seorang penulis tidak mengkin mengelakkan diri dari pengunaan beberapa ide tentang nilai ( Wahid, 2005:35). Sehubungan dengan pengelompokan nilai, Najib menjelaskan bahwa secara garis besar nilai-nilai kehidupan yang ada dalam karya sastra terdiri atas tiga golongan besar yaitu (1) nilai keagamaan, (2) nilai social (3) nilai moral (Zahafudin, 1996:22).
Berdasarkan hasil analisis, pemaparan nilai-nilai cerita rakyat tula-tula Saidhi Rabba dapat dijabarkan sebagai berikut :
 3.3 Nilai Keagamaan
Nilai keagamaan yang dimaksudkan adalah aspek yang berhubungan dengan yang supranatural yang menyangkut hubungan manusia dengan sang penciptanya.
  Pada pembahasan ini, keagamaan lebih dimaksudkan dengan konsep religi. Unger mengemukakan bahwa religi atau religuitas menyangkut masalah keagamaan, masalah alam, mitos dan ilmu gaib (Wellek dan Warren, 1995:141-142)
Emosi keagamaan menjadikan manusia menjadi religius, yaitu suatu keyakinan tentang sifat-sifat ketuhanan, tentang wujud alam gaib, serta segala nilai dan ajaran dari religi yang bersangkutan.
3.3.1 Nilai keagamaan dalam cerita rakyat Tula-tula Saidhi Rabba
Agama merupakan wadah yang komplit dalam meningkatkan iman dan takwa manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa. Manusia di hadapan Tuhan adalah sama, yang membedakannya adalah tingkat keimanan dan ketakwaanya terhada Tuhan. Iman yang kuat menjadikan manusia mampu mengendalikan diri dari masalah-masalah. Tuntunan keimanan dan ketakwan itu menjadikan manusia mengabdikan dirinya terhadap agama yang diyakininya. Cara itu akan mempertebal keimanan seseorang dalam mendekatkan diri pada sang pencipta. 
Perhatikaan kutipan berikut :
“Nenaghamo bha-bhano dhalano kaislamu we wuna ini. Nofoguruandamo kaislamu miehino aghontoghe ini, nofoguruanda alahano aondo bhe alano wakutu. Dopokapo-kapoimo dua maanano mieno liwu mbali defoere masigi so kasambaheaha liwu”
“Di tempat itulah kemudian Saidhi Rabba pertama mengenalkan dan mengajarkan agama Islam di Muna. Beliau mengajarkan sholat dan mengajarkan tentang islam. Bersama warga, Saidhi Rabba kemudian membangun masjid untuk sholat berjamaah”
Kutipan di atas mencermikan nilai keagamaan yang dilakukan oleh Saidhi Rabba dengan menyiarkan dan mengajarkan ajaran Islam pada masyarakat. Tidak sembarang orang percaya dan mampu melakukan tugas besar, dalam hal ini menyiarkan ajaran agama yang suci. Hanya orang-orang tertentu saja yang memang menjadi pilihan dan mempunyai kemampuan yang dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada manusia maupun kepada Tuhannya.
Nilai lain yang diungkapkan dalam cerita di atas adalah sholat. Sholat (lima waktu) dalam Islam hukumnya adalah wajib sehingga jika ia lalai tidak mengerjakannya maka ia berdosa. Al Quran mengatakan bahwa sholat adalah tiang agama. Dapat dibayangkan jika sebuah rumah tanpa tiang, bangunannya akan mudah roboh. Oleh karena itu sholat sangat penting ditegakan demi keyakinan terhadap sang pencipta. 
Manusia dalam hidupnya selalu diberi cobaan dan ujian dari Tuhannya. Barangkali itulah yang dilakukan Tuhan untuk menguji  umatnya, sejauhnya keimanan mereka terhadap-Nya. Manusia yang beriman menjadikan cobaan sebagi cambuk untuk mempertebal iman. Sebaliknya orang yang lemah akan menjadikan cobaan sebagai penyakit yang semakin menjauhkandirinya  kepada Tuhan.
Berbagai cobaan yang diberikan kepada manusia. Salah satu cara yang tepat untuk menghadapinya adalah dengan berdoa/. Hal itu karena doa bersifat sakral dan  berhubungan langsung dengan Tuhannya. Dalam cerita rakyat Saidi Rabba digambarkan seperti pada kutipan berikut:
“Dahni wakutu notafakuru nebasa dhoa nagha Saidi Rabba inia, notontoe Sangia Latugho nopoangka noturu luuno matano Saidi Rabba ini, ne suanano.”
“Pada saat saidi Rabba ini tafakur membaca doa, Sangia menatap dan melihat air mata Saidi Rabba menetes di mata kanannya sebanyak dua tetes berurutan.”
Saidi Rabba ketika berkunjung ke Kamali mendapata sebuah kenyataan bahwa ternyata keluarga Sangia tidak mempunyi keturunan. Sehingga pada kutipan di atas, Saidi Rabba berdoa kepada Allah SWT agar Sangia dan istrinya mendapatkan keturunan. Doa tersebut bernilai keagamaan. Doa adalah seperti sebuah kekuatan gaib yang memungkinkan manusia mengharap sesuatu di luar kemampuannya. Hanya berdoalah yang bisa dilakukan manusia ketika dia tidak berdaya terhadap kehendak Tuhan. 
Kutipan di atas mengungkapkan sebuah nilai, tidak ada yang tidak mungkin bagi Tuhan. Apa yang dikehendakinya serta merta akan terjadi. Apa yang tidak mungkin bagi manusia, menjadi mungkin bagi tuhan. Ujian dan cobaan yang dilimpahkan kepada manusia, barangkali Tuhan hanya ingin melihat dan menguji sejauh mana kesabaran manusia lewat ujian-ujian atau masalah-masalah, atau Tuhan hanya ingin kita menyembah dan menyebut nama-Nya. Untuk itu manusia hendaknya senantiasa mendekatkan diri pada Tuhan. Memohon pertolongan dan berdoa kepada Tuhan dalam setiap aktifitasnya.
3.4 Nilai Sosial
Nilai sosial yang dimaksud adalah aspek yang menyangkut hubungan menusia dengan manusia, baik secara langsung maupun dalam bentuk kelembagaan seperti keluarga dan masyarakat. Najib mengemukakan, yang termasuk dalam nilai sosial yaitu gotong-royong, kepatuhan, kesetiaan, dan keikhlasan (Zahafudin, 1996:22)
3.4.1 Nilai Sosial dalam Cerita Rakyat Tula-tula Saidi Rabba
Nilai sosial dalam cerita rakyat tula-tula Saidi Rabba digambarkan seperti kutipan berikut :
“Dhadi welo kaereno nagha Saidi Rabba inia nope we napano Walingkabhola, we napano Laghontoghe, welokomotugha we liwu ngkodau. Nofoguruandamu kaislamu miehino aghontoghe ini, nofoguruanda alahano oendo bhe alahano wakutuu. Dopokapo-kapoimo dua maanamo meino liwu mbali defoere maasigi so kasambaheaha liwu.”
“Dalam perjalanan tersebut, sampailah Saidi Rabba di suatu tempat di Muna. Dekat pantai Langhontoghe, (sekarang Walengkabhola) yang lebih dikenal dengan nama Kampung Lama. Di tempat inilah kemudian Saidi Rabba pertama mengenalkan Islam di Muna. Beliau mengislamkan warga, mengajari mereka tentang Islam dan sebagainya tentang Islam. Bersama warga kemudian membangun mesjid untuk sholat berjamaah.”
Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia dituntut memiliki kemampuan bersosialisasi dengan manusi lainnya. Kemampuan sosialisasi ini memungkinkan kita dapat diterima dan hidup bersama-sama dalam masyarakaat serta berinteraksi dengan anggota masyarakat lainnya. 
Saidi Rabba dalam kutipan cerita di atas dapat dikatakan mempunyai kemampuan sosialisasi tersebut. Dalam cerita, Saidi Rabba dengan kemampuan sosialisasinya, diterima di tengah-tengah masyarakat Kampung Lama di Laghontoghe sehingga dengan leluasa menjalankan ajaran agama Islam yang dibawanya. Dengan kemampuannya itu pula, Saidi Rabba menanamkan sebuah aktifitas sosial dengan mengajak warga bekerja sama membangun mesjid untuk sholat berjamaah. Aktifitas sosial lainya yang berhubungan dengan kerja sama, juga tampak pada kutipan berikut:
“Dhadi nofoguruandamu dua kaislamu Saidi Rabba ini te Wuna. Nofoguruandamu ngaji mananoa, bhari-bharie dhalano islamu nofoguruanda. Defoeremo masigi te wuna maitu.”  
“Maka ketika itu, menjadi mudahlah Saidi Rabba mengajarkan Islam di Muna. Diajarnya warga mengaji, sholat, dan semua ajaran yang berhubungan dengan islam. Dibangunnyalah mesjid di Muna sebagai tempat sholat berjamaah.”
Setelah mengajarkan Islam di Kampung Lama atau Laghontoghe, dengan kemampuan sosialisasinya, selanjutnya Saidi Rabba juga diterima oleh masyarakat Kamali di Muna untuk menyiarkan ajaran agama Islam. Kemudian bersama warga jug membangun mesjid untuk sholat berjamaah.
Aktifitas sosial lainya tidak hanya  terjadi dalam kehidupan masyarakat, tetapi dapat pula terjadi antar individu dalam masyarakat. Seorang individu dalam interaksinya dengan individu lainnya dan terlibat kerja sama di dalamnya, atau terjadi aktifitas tolong-menolong dengan individu lain, juga dapat dikatakan sebagai aktifitas sosial. Hal ini karena aktifitas sosial menyangkut kepedulian antar  sesame manusia.
3.5 Nilai Moral
Moral, membahas tentang ajaran baik buruknya suatu perbuatan atau kelakuan manusia terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang lain. Dengan demikian nilai moral menyangkut nilai hubungan manusia dengan manusia dan nilai hubungan manusia  dengan dirinya sendiri.
Nilai moral adalah nilai kesusilaan yang dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, antara yang benar dan salah. Dalam hal ini mengenai sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, dan susila (Purna, 1993:4).

3.5.1 Nilai Moral dalam Cerita Rakyat Tula-tula Saidi Rabba 

Pada dasarnya agama menjadikan manusia menjadi lebih baik. Seseorang yang memiliki tingkat pemahaman yang tinggi terhadap ajaran agama akan menjadikan seseorang tersebut mencermikan sikap dan perilaku yang baik. Sikap dan perilaku yang baik dalam masyarakat itu pula mencerminkan bahwa seseorang memiliki moral yang baik. 
Sikap dan perilaku yang baik yang mengambarkan  nilai moral dalam cerita rakyat Tula-tula Saidi Rabba dapat ditunjukan pada kutipan berikut: 
“Dhadi welo kaereno nagha Saidi Rabba inia nope we napano Walingkabhola, we napano Laghontoghe, welokomotugha we liwu ngkodau. Nofoguruandamu kaislamu miehino aghontoghe ini, nofoguruanda alahano oendo bhe alahano wakutuu. Dopokapo-kapoimo dua maanamo meino liwu mbali defoere maasigi so kasambaheaha liwu.”
“Dalam perjalanan tersebut, sampailah Saidi Rabba di suatu tempat di Muna. Dekat pantai Langhontoghe, (sekarang Walengkabhola) yang lebih dikenal dengan nama Kampung Lama. Di tempat inilah kemudian Saidi Rabba pertama mengenalkan Islam di Muna. Beliau mengislamkan warga, mengajari mereka tentang Islam dan sebagainya tentang Islam. Bersama warga kemudian membangun mesjid untuk sholat berjamaah.”
Pada dasarnya kegiatan mengajar merupakan proses yang membut seseorang menjadi terdidik, dalam arti orang yang tidak tahu menjadi tahu. Mengajar yang baik adalah sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain dan masyarakat.
Pada kutipan di atas, Saidi Rabba sebagai utusan dari Arab untuk membawa ajaran Islam di Muna melakukan misi tersebut dengan baik. Dengan sikap dan perilaku yang baik, Saidi Rabba dapat diterima oleh masyarakat bahwa ajaran agama yang dibawanya pun diterima baik oleh masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari buah sikap dan perilaku yang baik dari Saidi Rabba.




BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Dari hasi analisis cerita rakyat Tula-tula Saidi Raba dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa cerita rakyat tersebut banyak mengandung pesan-pesan atau nilai-nilai kehidupan yang bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan bagi masyarakat Muna pada khususnya. Nilai-nilai kehidupan tersebut adalah nilai keagamaan, nilai sosial, dan nilai moral. Nilai keagamaan yang ditemukan menyangkut kegiatan mengajarkan agama, kegiatan berdoa, dan kepercayaan terhadap hal-hal yang gaib. Nilai sosial menyangkut kegiatan saling membantu atau saling tolong-menolong dalam masyarakat dan musyawarah. Nilai moral yang ditemukan menyangkut sikap dan perilaku yang baik dari tokoh cerita.
4.2 Saran

Perlu adanya upaya dari pemerintah dan juga masyarakat untuk melakukan pengalian terhadap khasanah sastra daerah sebagai upaya penyelamatan terhadap cerita-cerita rakyat dari ancaman kepunahan sebagai dampak dari berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masa kini.




 DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Yunus dkk. 1990. Kajian Analisis Hikayat Budistihara, Jakarta: Dapdikbud.
Atmiawati. 2010. Nilai-nilai Kehidupan dalam Cerita Rakyat Tolaki. Skripsi.   Kendari:  FKIP Unhalu
 Dananjaja, James. 1994. Folklor Indonesia (Ilmu gossip, dongeng, dan lain-lain)
                               Jakarta: PT Temprint         
Luthfi Malik, Muhammad. 1997. Islam Dalam Budaya Muna. Ujung Pandang: PT    Umitoha Ukhuwa Grafika.
Sikki, Muhammad, dkk. 1986. Stuktur Sastra Lisan Toraja. Jakarta: Depdikbud
Sumardjo, Yakob. 1998. Apresiasi Kesusastraan, Jakarta: PT Gramedia.
Wahid, Sugin. 2005. Kapita Selekta Kritik Sastra, Makassar : PBSID UNM
Welek & Waren. 1995. Teori Ksesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Zahafudin, La. 1996. Kamboto sebagai Salah Satu Bentuk Puisi Lama dalam Masyarakat Siompu. Skripsi, Kendari : Unhalu.
Zulfahnur, dkk. 2006/2007. Teori sastra. Jakarta: Depdikbud.







  




LAMPIRAN

Tula-tulano Saidi Rabba (terjemahan )

Suatu waktu, ada utusan dua orang syekh dari Arab untuk mengenalkan ajaranIslam Di Muna. Nama syekh itu adalah Saidi Rabba dan satu lagi di Buton disebut sebagai Bhatua Poaro. Disebut begitu karena sebelum berangkat dari tanah Arab, syekh tersebut melalui alam batin. Nama yang sebenarnya adalah Abdul Wahid.
Ketika kedua syekh tersebut akan berangkat, berundinglah mereka terlebih dahulu, karena mereka akan melalui jalur yang berbeda. Mereka pun menyepakati akan bertemu pada sembilam bulan Sembilan haridi suatu tempat di pulau Buton. Pada saat itu, bertanyalah Saidi Rabba, “Bagaimanakah kita saling mengenali nantinya?” Saat kita akan bertemu nantinya, saat kamu akan mengendong saya, saya akan kencingi mukamu, dan ketika kamu bertanya,”Kaukah itu saudaraku? Bila aku mengangkat keningku, berarti itulah aku. 
Setelah keduanya memutuskan itu, masing-masing pun berangkat. Saidi Rabba berangkat dengan mengunakan sepotong kain, sedangkan Abdul Wahid berangkat dengan cara meninggal dunia. 
Dalam perjalanan tersebut sampailah Saidi Rabba di suatu tempat di Muna. Dekat pantai Laghontoghe (sekarang Walengkabhola) yang lebih dikenal dengann nama Kampung Lama. Di tempat inilah pertama kali Saidi Rabba mengenalkan dan mengajarkan Islam di Muna. Beliau mengislamkan warga, mengajari mereka sholat, dan lain sebagainya tentang Islam. Bersama warga kemudian membangun mesjid untuk tempat sholat berjamaah.
Pada saat itu, Wuna (kerajaan Muna) dipimpin oleh seorang raja yang disebut Sangia Latugho atau Omputo Sangia Latugho. Suatu hari, Sangia Latugho ini mengirim empat orang utusannya ke Langhontoghe untuk mengundang Saidi Rabba berkunjung ke Kamali (nama lain kerajaan Muna). Pada saat itu Saidi Rabba tidak memenuhi undangan Sangia Latugho tersebut, karena dia berpikir bahwa menurut kabar berita Sangia Latugho ini mempunyai binatang piaraan yang diharamkan dalam Islam yaitu babi. 
Berkatalah Saidi Rabba pada utusan Sangia itu, “saya akan berkunjung ke Kamali, terkecuali Sangia melepaskan binatang piaraannya.” Baliklah utusan dan melaporkan semua kepada Sangia. Mendengar itu, maka dilepaskannya binatang piaraanya itu, hanya menyisahkan empat ekor binatang saja. Dua ekor jantan dan dua ekor betina. Dua ekor jantan bernama Apogelo dan Apulangkati, sedangkan yang betina bernama Wa Kambadidi dan Wa Kambawite. Nama binatang itulah kemudian menjadi mantra saat membuka lahan (Kaago-ago) dalam masyarakat Muna.
Setelah melepas  binatang peliharaanya itu, maka Sangia mengirim lagi utusannya dan berpesan, “jika Saidi Rabba menanyakan, katakanlah bahwa Saidi Rabba sudah melepas binatang peliharaannya”. Sekalipun begitu, Saidi Rabba tidak serta-merta berkunjung ke Kamali, tetapi terlebih dahulu diberinya air dan tanah pada utusan itu untuk diserahkan kepada Sangia Latugho untuk mensucikan Kamali. 
Setelah Kamali disucikan dengan air dan tanah tersebut, datanglah utusan untuk menjemput Saidi Rabba, dan bersedialah Saidi Rabba berkunjung ke Kamali. Sesampai di Kamali Saidi Rabba seakan-akan menyaksikan bahwa istri dari Sangia Latugho sudah tua dan beruban. Mereka tidak dikaruniai keturunan. Gembiralah Sangia Latugho ini saat saidi Rabba tiba di Kamali. Berhajatlah dia pada Saidi Rabba untuk didoakan agar memperoleh keturuan seperti kebanyakan orang.
Saidi Rabba seakan-akan melihat istri Sangia Latugho ini, seakan-akan menoleh mukanya sambil tersenyum. Menyaksikan hal itu, mendesahlah Sangia Latugho ini, sambil berkata, “Saya piker tidak ada lagi yang dikurangkan oleh Saidi Rabba, ternyata masih ada juga”.
Mendengar itu, merasa malulah Saidi Rabba pada Sangia Latugho ini. Berkatalah Saidi Rabba, “Jika seperti itu Sangia  berikanlah saya air untuk saya mandikan istrimu”. Diambilkan air dan diberi mantra oleh Saidi Rabba, kemudian dimandikan pada istri Sangia Latugho ini. Berubahlah istri Sangia Latugho ini seperti gadis perawan. Selanjutnya bersiaplah Saidi Rabba untuk mendoakan mereka. Sebelum itu, Saidi Rabba berkata,”sekarang lihatlah saya Sangia, tataplah mataku pastikan di bagian mana air mataku menetes. Jika menetes sebelah kanan, maka Sangia nantinya mempunyai anak laki-laki. Jika menetes pada sebelah kiri, berarti akan dikaruniai anak perempuan. Jika keduanya maka Sangia akan dikaruniai anak laki-laki dan perempuan”.
Pada saat Saidi Rabba bertafakur membaca doa. Sangia menata dan air mata Saidi Rabba menetes dua kali di mata sebelah kanannya berurutan. Setelah selesai, diungkaplah Sangia apa yang dilihatnya pada mata Saidi Rabba ketika dia bertafakur. 
Berkatalah Saidi Rabba,”Jadi seperti yang saya katakana sebelumnya, Insya Allah Sangia akan dikaruniai dua orang anak  laki-laki secara berurutan. Untuk itu sayalah yang akan memberi nama kedua anak tersebut. Yang kakak akan saya beri nama Hasani dan yang adik akan saya beri nama Husaini. Maka karena itu, menjadi mudahlah Saidi Rabba mengajarkan Islam di Muna. Di bangunlah juga mesjid di Muna untuk tempat sholat berjamaah.
Setelah semua itu, tibalah waktunya Saidi Rabba seperti yang diputuskan bersama Abdul Wahid dahulu untuk bertemu pada sembilan bulan sembilan hari kemudian di salah satu tempat di Buton. Berangkatlah Saidi Rabba ke Buton. Sekalipun demikian, Saidi Rabba berpesan kepada warga  bahwa yang diajarkannya tentang Islam bukanlah keseluruhan tentang Islam, tetapi akan ada seorang Syekh yang akan mengajarka lebih jauh tentang isi ajaran Islam sesungguhnya. Syekh yang dimaksud itu adalah Abdul Wahid.

Tula-Tula Saidi Rabba

Dhamani wawono, nandomo katudu maighono we witeno Arabu dorudua Sye’ mbali fofogurughono kaIslamu manano ne witeno Wuna ini. Neando Sye’ anagha, semie neano Saidi Rabba, semieno neano ne Wolio inia dokonae Bhatua Poaro. Kandiho dokonae Bhatua Poaro rampano noere maitua noangka bhatini. Dhadi neano sakotughuhano we wite Arabu dokonae Abudhu Wahidhi.
Dameremo kaawu, Sye’ maitu dopohbotumo deki. Aitu welo kapobhotundo maitua, konae tana siwa wula siwa gholeo dapoghawa we witeno Wolio. Dhadi nofenamu Sye’ Saidi Rabbu ini, bhahi dahae sadapotandaigho mada kaawu. “Aitu sadapoghawa kaawu, aekabusaki ghulamu. So omena kaawu; ihintumo ini sabhangka? Amoghundangko kireku, maanano inodimu itu.
Pada kaawu dopobhotu nagha doeremu. Saidi Rabba noere nosawi ne kapusuli, ane Abdu Wahidi nomate. Dhadi welokaereno ngha Saidi Rabba no pee we napa Walengkabhola, we napa Laghontoghe, we lokamotugha liwu ngkodau. Nenagha jalano bha-bhano kaIslamu we Wuna inia. Nofoguruandamu kaIslamu miehino Aghontoghe ini, nofoguruanda alahano eondo bhe alahano wakutu. Dopokapo-kapoimu dua maanano mieno liwua mbali defoere masigi so kasambaheaha liwu.
Dhadi wakutu anagha we Wuna noparintaghie nikonando Sangia Latugho, Omputo Sangia Latugho. Dhadi no dhalamu ka Islmau ne Aghontoghe ini, tee Wuna minaho damandandehane. Pada kaawu angha Sangia Latugho maitua netudhumu mie do popa dakumala te aghontoghe so dabhasi Saidi Rabba no kalagho we Kamali. Wakutu anagha Saidi Rabba minahi namondoghie kaowilino Sangia Latugho, masahano welo bhoritano inia Sangia Latugho maitu nepiara owewi. Ane we loIsalamu owewi maitu no haramu. Saidi Rabba nepakatumo kaowilino dua ne miehi katuduno Sangia maitua. Welo kaowilino maitu Saidi Rabba nesalo ne Omputo Sangia namofuleimo kakadi kafembulano. Dosulimo miehi katudu maitu dopansuru ghiemo kawilino Saidi Rabba nagha ne Omputo Sangia. Nofitingke angha Sangia maitu nofofuleimo wewi kafembulano, taka nerunsa faato ghulu ra ghulu moghane raghulu robhine. Nenaghamu dua kanandohanomo bhatatano delengka galu bhughou.
Pada kaawu angha Saidi Rabba nepakatumo dua oe bhe wite so dakumadiugho liwuno Kamali maitu. Padakaawu dokadiu liwu maitu Saidi Rabba nohundamu no kala we Kamali. Norato kaawu we Kamili Saidi Rabba tapedhano noghondo mieno lambuno Sangaia maitu no kamokulamo bhe no ghuamo. No ko hadhatimo Sangia ne Saidi Rabba maitu natumolaane ke kakawasa no koanaghigho mieno lambuno maitu. 
Saidi Rabba so nowura mieno lambu Sangia maitu nokambio bhe nofogampi ghulano. Pada anagha sangia maitu nopoghaumo. Soono mina bhe kakaeno Saidi Rabba maitu gara nando dua. Nofetingke angha Saidi Rabba no ambano. Pada anagha nobisaramo dua Saidi Rabba maitu nefelamo oe, namerebuae so dakumadiugho mieno lambu Sangia maitu. Pada nekaiu oe anagaha mieno lambuno Sangia maitu nembali motora peda kalambu kabua-bua.
Pada angha sebasamo dhoa, “ Aitu ghondo-ghondo kanau Sangia. Tontokanau bhahi nehamai katuruhano luuku. Bharangka natumuru ne soanaku se turu maka so anamu madakaewu omoghane. Bharangka natumuru ne kemaku , se turu orobhine so anamu.  Bharangka natumuru korawetahae, manano okoanagho kalopo moghane bhe robhine. Dhadi wakutu notafakuru maitu nebasa dhoa Saidi Rabba notontoe Sangia. No poangka noturu luno matano Saidi Rabba ne suanano. Aitu padakawu nebhasa dho maitu nofenamo Saidi Rabba bhahi dahae pofurahano Sangia maitu. Nopoghaumo Sangia ingke ne soanano katuruhano luno rapaku nopoangka. 
Nopghaumo Saidi Rabba. Aitu pedamo nepoghaaughoku anini, mada kaawu so anamu omoghane daru dua. Dhadi akumonandemu neahindo. Oisa so neano Hasani ane oai so neano Husaini.
Dhadi nofuguruandamu dhua kaIslamu we Wuna  Saidi Rabba. Nofoguruanda ngji, sambahea bhe bhaari-bharie jalano Islamu. Defoeremu dua masiagi we Wuna so kasambaheaha liwu. Norato kawuu tantunon wakutunoa kapoghauhando bhe Abudhu wahidia inia, tana segholeo Saidi Rabba inia noeremo te Wolio so kapoghawahano bhe Abudhu wahidi ini. 
Maomo dua anagha, nerunsa poghau Saidi Rabba inia, kunae nefogurughondo maitu ini kulino kaawu kaIslamu. Nando madakawuu mie so rumatono so moghuruanda Islamu bhari-bharie neano Sye’Abhudu Wahidi. 

MELIRIK KEHIDUPAN PEMULUNG SAMPAH




BTN Lacinta, demikian nama sebuha komplek perumahan warga yang terletak bilangan Lepolepo Kota Kendari. Kehidupan warga kompleks ini tergolong heterogen. Mata pencahariannya pun berbeda-beda. Mulai dari tukang ojek, pedagang, petani, pegawai negeri maupun swasta. Rumah-rumah warga pun cukup beragam mulai dari rumah sederhana sampai rumah mewah berlantai dua. 
Ditengah-tengah kehidupan warga kompleks ini, ada satu hal yang menarik. Yakni seorang perempuan tua yang berjalan sedikit bungkuk. Setiap pagi, sambil membawa karung dan alat pengais yang terbuat dari sepotong beri yang ujung sedikit bengkok dan terlihat runcing ia berjalan menyelusuri lorong-lorong komplek perumahan. “Mboh”  demikian panggilan warga pada perempuan tua itu. Ibu tua itu merupakan pemulung sampah yang setiap pag beroperasi di komplek perumahan ini. 
Setiap pagi Mboh ini megumpulkan barang-barang bekas. Mulai dari gelas plastik minuman kemasan, kaleng plastic, aluminium, gardus, kursi plastik hingga barang-barang elektronik yang telah dibuang oleh warga kompleks. Semua barang-barang tersebut ia kumpulkan lalu dimasukan ke dalam karung yang ukurannya lebih besar dari badannya.
“Iya nah” jawabnya saat di sapa ketika Mboh istrahat di bawah pohon bunga di halaman mesjid kompleks perumahan (selasa, 31/7). Sunarti, demikian nama lengkap Mboh ini. Suaminya berinisial Sutrisno. Mereka berasal dari pulau Jawa tepatnya di Kediri. Sebelum tinggal di Kendari, suaminya (Sutrisno) pernah bekerja di pabrik kertas di Kalimantan, kerja di pabrik rokok Dji sam soe, terakhir bekerja di pabrik rokok Gudang Garam Kediri sebelum hijrah di Sultra. 
Karena keinginan untuk mengubah hidup, tepatnya 23 tahun lalu Sunarti bersama suami dan tiga orang anaknya mengikuti program transmingrasi di Sultra tepatnya di pulau Wawonii. Tapi nasib berkata lain, di daerah trans itu mereka tidak berhasil dan akhirnya mereka hengkang di Kendari. Kini tinggal di sebidang kebun tanah milik orang di sekitar komplek Asrama Haji Lepo-Lepo.
Saat ditanya mengapa ia jadi pemulung, dengan tenang menjawab “bahwa ia tidak ingin tergantung pada orang lain walaupun sama anak kandung sendiri” terang ibu dari tujuh orang anak ini. Mboh ini tergolong wanita yang kuat. Meski usianya kini 74 tahun, ia masih kuat menjinjing karung barang-barang bekas walaupun berjalan sedikit membungkuk. “Tidak terlalu banyak nah hasil penjualannya,  biasanya Cuma Rp 300.000 perbulanya. Tapi Mboh sudah sangat bersyukur dapat membiayai kehidupan sehari-hari” katanya. 
Meskipun menjalani profesinya sebagai pemulung barang bekas ibu yang berambut ikal ini tetap ramah dan baik. Tak heran jika semua warga komplek mengenalnya. Tidak hanya itu, di tempat tinggalnya pun mereka juga rela membagikan aliran listrik pada tetanga di sekitarnya dengan membayar Rp 20.000 perbulannya. 
walaupun menggantungakan kehidupannya dari hasil penjualan  barang-barang bekas, namum mereka cukup berhasil. Hal ini terlihat mereka mampu membelikan salah seorang anaknya sepeda motor tander. Begitu juga mereka mudah mendapat pasokan listrik karena salah seorang anaknya bekerja di PLN cabang kendari. 
Jadi pemulung bukan berarti tak ada tantangannya. Ada saja cobaannya. “Jadi pemulung itu tidak enak, nah. Suatu hari saya pernah dibentak salah seorang warga saat hendak memunggut gelas plastik di depan rumahnya. Padahal gelas itu ada di pinggir jalan. Pernah juga ada orang yang meludah di depanku saat bertemu denganku” cerita ibu yang berkulit hitam ini. 
 “Jangan menjadi orang yang sombong walaupun jadi orang kaya. Jangan meminta-minta pada orang lain” pesannya.  (La Hamadi)

Minggu, 24 Juni 2012

analisis wacana

Wacana
Kursi mewah yang banyak dipakai di hotel, vila, dan rumah mewah di luar negeri itu ternyata berasal dari Cirebon. Barang itu merupakan hasil karya tangan dan jiwa seni anak-anak desa di daerah Cirebon. Dengan alat sederhana, para pengrajin memotong-motong rotan. Kemudian, menciptakan berbagai bentuk kerangka  kursi dan meja. Setelah kerangka itu diamplas, lalu dipasang anyaman penganti rotan yang terbuat dari kertas semen. Kertas semen itu dipilin-pilin menjadi seutas tali, lalu dianyam. Tali itu dianyam dengan mesin pada kawat yang telah dibungkus kertas semen. Dengan demikian, terbentuklah anyaman tali kertas seperti lembaran kertas yang disebut loom. Bahan baku berupa lembaran anyaman kertas ini masih didatangkan dari Eropa.
Analisis:
a.    Jenis wacana
Wacana di atas merupakan jenis wacana prosedural.
Alasannya, salah satu ciri dari wacana prosedural adalah menjelaskan tentang bagaiman cara mengerjakan sesuatu.  Hal ini terlihat dari isi wacana yang menjelaskan proses kegiatan anak-anak desa di Cirebon dalam  membuat kursi yang mewah dengan bahan baku rotan. Proses tersebut dimulai dari pemotongan rotan, penciptaan bentuk rangka, penghalusan kerangka, hingga pemasangan tali kertas  (loom) yang terbuat dari kertas semen yang dianyam dengan mesin pada kawat yang telah dibungkus dengan kertas semen.
b.    Konteks
Untuk menafsirkani konteks situasi teks di atas, maka yang digunakan adalah konteks yang diungkapkan oleh Halliday (1996: 16-17) dengan penjelasan sebagai berikut:
1)    Medan wacananya adalah proses pembuatan kursi mewah dari rotan.
2)    Pelibat wacana adalah anak-anak desa di daerah Cirebon.
3)    Sarana wacana adalah bersifat tulisan. Hal ini ditandai dengan adanya monolog yang berfungsi sebagai pengantar isi wacana yang disampaikan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan pada awal paragraf:
Kursi mewah yang banyak dipakai di hotel, vila, dan rumah mewah di luar negeri itu ternyata berasal dari Cirebon. Barang itu merupakan hasil karya tangan dan jiwa seni anak-anak desa di daerah Cirebon.
 Selain itu, wacana tersebut juga menjelaskan runtutan kegiatan yang  dilakukan oleh para pelibat (anak-anak desa di daerah Cirebon). Hal ini terlihat dari kutipan berikut:
Dengan alat sederhana, para pengrajin memotong-motong rotan. Kemudian, menciptakan berbagai bentuk kerangka  kursi dan meja. Setelah kerangka itu diamplas, lalu dipasang anyaman penganti rotan yang terbuat dari kertas semen. Kertas semen itu dipilin-pilin menjadi seutas tali, lalu dianyam. Tali itu dianyam dengan mesin pada kawat yang telah dibungkus kertas semen. Dengan demikian, terbentuklah anyaman tali kertas seperti lembaran kertas yang disebut loom.
Dalam wacana tersebut di atas, selain melukiskan kreatifitas anak-anak Cirebon dalam menciptakan kursi rotan yang mewah, juga tersirat sedikit keprihatian penulis dengan sebagian bahan dasar pembuatan kursi tersebut yang masih diimpor dari luar negeri. Hal ini terlihat dari kutipan wacana berikut:
Bahan baku berupa lembaran anyaman kertas ini masih didatangkan dari Eropa.
Topik:
Kreatifitas anak-anak Ceribon
Tema:
Kursi mewah dari Cirebon
Judul:
Proses pembuatan kursi rotan








TUGAS WACANA BAHASA INDONESIA


ANALISIS WACANA


LA HAMADI
A1D3 09 120


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO



KENDARI
2012

Minggu, 03 Juni 2012

RPP BAHASA INDONESIA
 SMA :SMA NEGERI 4 KENDARI
 KELAS :2
SMESTER :GENAP


NO

1
KOMPETENSI DASAR
Mengidentifikasi unsur sastra (intrinsik dan ekstrinsik) suatu cerita yang disampaikan secara langsung/rekaman.
2
INDIKATOR
Kognitif
    Proses
    Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang ada di dalam cerpen

    Produk
    Menentukan unsur intrinsik yang ada di dalam cerpen
    Menjelaskan maksud unsur intrinsik cerpen


    Psikomotor
    Menyampaikan unsur-unsur intrinsik yang telah ditemukan di dalam cerpen
    Menanggapi penjelasan tentang unsur-unsur yang ditemukan oleh teman.

    Afektif
    Karakter
    Kerja sama
    Teliti
    Tanggap

    Keterampilan sosial
    Menyampaikan hasil diskusi dengan baik dan benar
    Membantu teman yang mengalami kesulitan.
3
TUJUAN PEMBELAJARAN
  Kognitif
    Proses
Setelah membaca cerpen yang disajikan, siswa diharapkan mampu menemukan unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerpen

    Produk
Setelah membaca dan membahas hasil pencapaian tujuan proses di  atas, siswa diharapkan mampu menuliskan kembali unsur-unsur intrinsik yang telah ditemukan.

    Psikomotor
Secara berkelompok siswa dapat menyampaikan unsur intrinsik cerpen yang disediakan dalam LKS 1: psikomotor.

    Afektif
    Karakter
Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperhatikan kemajuan dalam perilaku seperti kerja sama, teliti dan tanggap.

    Keterampilan sosial
Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan dalam kerampilan menyampaikan hasil diskusi dengan bahasa yang baik dan benar, bekerja sama dalam kelompoknya, dan membantu teman yang mengalami kesulitan.
4
MATERI PEMBELAJARAN
Teks cerita pendek
5MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN    Model pembelajaran : pembelajaran langsung (eksplisit)
    Metode pembelajaran
    Diskusi
    Unjuk kerja
    Penugasan
6BAHAN  Lembar kerja
    Spidol
7ALAT   Teks Cerita Pendek
8    SUMBER PEMBELAJARAN  Buku: Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA kelas X
    Materi esensial Bahasa Indonesia
    Silabus

Sabtu, 02 Juni 2012

RPP BAHASA INDONESI
 SMA                 : SMA NEGERI 4 KENDARI
 KELAS             :2
 SEMESTER     : GENAP

STANDAR KOMPETENSI: Memahami cerita yang disampaikan secara langsung



Kompetensi dasarMateri
pembelajaran

kegiatan pembelajaran


Indikator

Aloksasi
Waktu

sumber
Mengidentifikasi unsur-unsur sastra (intrinsik dan Ekstrinsik melalui bacan yang direkam secara langsungTeks cerita pendek1. Menemukan unsur-unsur intbbrinsik
2. Menjelaskan maksud dari unsur-unsur intrinsik
3. Menanggapi penjelasann dari unsur-unsur yang diungkapkan teman-teman
1. Mengidentifikansi  unsur-unsur intrinsik dari cerpen yang dibacakan
2. menjelaskan maksud intrinsik
3. menanggapi penjelasan unsur-unsur intrinsik dari penjelasan teman-teman
4
Buku  pelajaran bahasa Indonesia kelas 2


LEMBARAN PENILAIAN :  KOGNITIF PROSES



NOKOMPONENDESKRIPTOR

SKOR
1Mngidentifikasi unsur-unsur intrinsik dalam cerpenSiswa mampu menemukan unsur-unsur intrinsik
Keterangan : 3 = sangat mampu
                      2 = mampu
                      1 = kurang mampu

RPP

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
SEKOLAH             : SMA Kartika Kendari
MATA PELAJARAN    : Bahasa Indonesia
KELAS             : X
SEMESTER             : 1
ALOKASI WAKTU        : 2 x 45 Menit

STANDAR KOMPETENSI
Mendengarkan: 1. Memahami siaran atau cerita yang disampaikan  secara langsung/tidak langsung.

KOMPETENSI DASAR
Mengidentifikasi unsur sastra (intrinsik dan ekstrinsik) suatu cerita yang disampaikan secara langsung/rekaman.

INDIKATOR
    Kognitif
    Proses
    Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang ada di dalam cerpen

    Produk
    Menentukan unsur intrinsik yang ada di dalam cerpen
    Menjelaskan maksud unsur intrinsik cerpen


    Psikomotor
    Menyampaikan unsur-unsur intrinsik yang telah ditemukan di dalam cerpen
    Menanggapi penjelasan tentang unsur-unsur yang ditemukan oleh teman.

    Afektif
    Karakter
    Kerja sama
    Teliti
    Tanggap

    Keterampilan sosial
    Menyampaikan hasil diskusi dengan baik dan benar
    Membantu teman yang mengalami kesulitan.

TUJUAN PEMBELAJARAN
    Kognitif
    Proses
Setelah membaca cerpen yang disajikan, siswa diharapkan mampu menemukan unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerpen

    Produk
Setelah membaca dan membahas hasil pencapaian tujuan proses di  atas, siswa diharapkan mampu menuliskan kembali unsur-unsur intrinsik yang telah ditemukan.

    Psikomotor
Secara berkelompok siswa dapat menyampaikan unsur intrinsik cerpen yang disediakan dalam LKS 1: psikomotor.

    Afektif
    Karakter
Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperhatikan kemajuan dalam perilaku seperti kerja sama, teliti dan tanggap.

    Keterampilan sosial
Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan dalam kerampilan menyampaikan hasil diskusi dengan bahasa yang baik dan benar, bekerja sama dalam kelompoknya, dan membantu teman yang mengalami kesulitan.


MATERI PEMBELAJARAN
    Teks cerita pendek
MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN
    Model pembelajaran : pembelajaran langsung (eksplisit)
    Metode pembelajaran
    Diskusi
    Unjuk kerja
    Penugasan

BAHAN
    Lembar kerja
    Spidol

ALAT
    Teks Cerita Pendek

SKENARIO PEMBELAJARAN
No    Kegiatan    Penilaian Pengamat
        1    2    3    4
PERTEMUAN I
A1    Kegiatan awal (10 menit)
    Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam dan menanyakan keadaan siswa yang tidak hadir.
    Guru memberi motivasi kepada siswa.
    Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai.
    Guru melakukan apersepsi dengan bertanya mengenai pengetahuan siswa tentang unsur intrinsik yang terdapat dalam karya sastra

              
B1    Kegiatan inti (25 menit)
    Siswa membentuk kelompok antara 4-5 orang per kelompok.
    Guru memberi penjelasan tentang kinerja yang akan dilakukan siswa pada saat menyimak cerita yang akan disampaikan.
    Siswa mendengarkan/menyimak cerita pendek yang sudah disediakan oleh guru, yang akan dibacakan oleh teman secara bergantian.
    Secara berkelompok siswa berdiskusi mengenai unsur intrinsik di dalam cerpen kemudian mengidentifikasi dan menuliskan unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerpen.
    Setiap kelompok menunjuk salah satu anggotanya untuk menyampaikan secara lisan hasil diskusi secara runtut dan jelas di depan kelas.
    Siswa bertanya jawab/menanggapi informasi yang didengar/disimak dengan bahasa dan alasan yang rasional dan logis.              
C1    Kegiatan akhir (10 menit)
    Guru dan siswa melakukan refleksi tentang pembelajaran hari ini.
    Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran hari ini.
    Guru memberi tugas kepada siswa kemudian pembelajaran ditutup dengan salam.
              



SUMBER PEMBELAJARAN
    Buku: Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA kelas X
    Materi esensial Bahasa Indonesia
    Silabus

EVALUASI DAN PENILAIAN
    Tugas Individu: Menggunakan LKS
    Jenis Tagihan Penilaian: LKS 1 dan LP 1
    Bentuk Instrumen Penilaian:
    Uraian Bebas
    Jawaban Singkat


LEMBAR KERJA SISWA
(LKS)


BAHASA INDONESIA
SMA KELAS X SEMESTER 1


ORASI POLITIK

Assalamu alaikum wr.wb
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunianya kepada kita semua. Niakmat yang begitu banyak, baik nikmat kesehatan, nikmat sempatan, sehingga kita dapat berkumpul di tempat ini dalam rangkat menyambut pesta demokrasi yakni kampanye politik calon bupati Konawe Selatan.
Salam dan salawat kepada Nabi kita, Muhammad SAW yang telah mengajarkan manusia suatu amalan yang dengannya manusia memporoleh keselamatan hidup di dunia dan akhirat kelak.
Saudara-saudara yang saya hormati,
Pada kesempatan yang berbahagia ini, perkenalkan diri saya La Hamadi sebagai calon bupati Konsel yang diusung oleh partai keadilan sejahtera (PKS) dengan nomor urut pilihan 1. Saya sebagai kandidat bupati Konsel menyatakan siap bertaruh pada pemilihan bupati Konsel priode 2013-2017. Pada sempatan ini pula, saya menyatakan kesiapan diri saya untuk memimpin Konsel untuk mewujudkan pembangunan masyarakat Konsel yang makmur dan sejahtera.
Saudara-saudara yang saya hormat,
Konsel merupakan kabupaten yang tergolong muda dibandingkan dengan kabupaten lainya di Sultra. Konsel terdiri atas 22 kecamatan dengan luas wilayah 451.421 Ha atau 11,8 % dari luas wilayah daratan Sultra. Konsel memiliki sejumlah potensi antara lain :
1.    Pontensi wilayah berupa letak geografi yang cukup strategi
2.    Wilayah kelautan yang memiliki perairan sekitar 9.368 km yang menghasilkan berbagai macam jenis ikan.
3.    Perkebunan yang menghasilkan berbagai macam buah-buahan, sayur-sayuran, coklat, kelapa dan lain-lain.
4.     Area  pertanian berupa daerah persawahan yang terhampar luas di beberapa kecamatan yang berpotensi menjadikan Konsel sebagai daerah penghasil beras.
5.    Pertambangan berupa batu marmer di Moramo, batuan ultra di Kecamatan Kolono, nikel yang terhampar luas di kecamatan Palangga, Lainea, dan laeya.
6.    Jumlah penduduk yang berpotensi tersediahnya tenaga kerja.
Saudara-saudara yang saya hormati,
Konsel sebagai kabupaten yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai sektor kehidupan dibutuhkan seorang pemimpin yang memiliki semangat yang tinggi untuk membangun daerah Konsel guna mewujudkan pembangunan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Jika kita cermati fakta dalam masyarakat Konsel seperti angka kemiskinan yang tergolong cukup tinggi terutama bagi masyarakaat yang bermukin di daerah pesisir yang masih minim tersentuh usaha pembangunan, kurangnya lapangan kerja, jumlah pengangguran yang semakin bertambah, banyaknya anak-anak yang putus sekolah karena alasan ekonomi, angka kematian ibu dan bayi yang tinggi yang disebabkan minimnya sarana kesehatan bagi masyarakat, sarana  pendidikan yang belum merata terutama daerah pedesaan, sarana air bersih, juga areal pertambangan yang belum dikelola secara maksimal.
Saudara-saudara yang saya hormati,
Sejumlah permasalahan yang terjadi dalam masyarakat Konsel, merupakan suatu tantangan yang kita harus jawab dengan satu kata yakni pembangunan. Jika saudara-saudara sekalian mengharapkan pembangunan Konsel yang berpihak kepada rakyat, maka saurdara-saudara harus memilih seorang pemimpin yang memiliki loyalitas dan kemampuan membangun. Pemimpin yang baik adlah pemimpin yang selalu mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan partai dan keluarganya. Rakyat butuh bukti bukan janji, rakyat butuh solusi bukan polusi.
Saudara-saudara yang saya hormati,
Dalam kesempatan ini pula saya selaku calon bupati Konsel akan menyampaikan visi dan misi sebagai calon bupati Konsel.
Visi saya adalah “Dengan semangat demokrasi mari kita wujudkan pembanganan Konsel menuju masyarakat Konsel yang makmur, sejahtera, sehat, dan  mandiri”.
Saudara-saudara yang saya hormati,
Untuk mewujudkan visi tersebut, saya akan merealisasikan dalam program pembangunan dalam berbagai bidang antara lain :
1.    Ideologi. Sebagai warga negara yang yang baik taat dan patuh kepada ideologi negara kita pancasila sebagai ideologi nasional yang sesui dengan cita-cita dan kepribadian bangsa kita.
2.    Bidang politik. Sebagai calon bupati  Konsel saya akan menjalankan politik yang bersih, terutama dalam suasana menghadapi politik bangsa yang kadang tidak menentu saya menghimbau kapada saudara-saudara sekalian untuk saling menghormati perbedaan-perbedaan dengan saudara-saudara kita yang berbeda politik, hindari prasangka buruk. Sebagai warga negara kita bebas menentukan pedapat atau pilihan tanpa ada paksaan dari pihak lain.
3.    Bidang ekonomi. Jika saya terpilih maka saya bertekad untuk membangun perekonomian Konsel dengan prisip ekonomi kawasan yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan terutama pada sektor pertanian, perikanan dan pertambangan.
Pada sektor pertanian, saya akan mencanagkan gerakan Konsel mandiri pangan melalui   usaha :
    Peningkatan produksi pangan dengan perluasan kawasan pertanian.

Rabu, 30 Mei 2012

PSOKOLOGI

KAJIAN PUSTAKA
DEFINISI PSIKOLOGI

Plato dan Aristoteles (427-347 SM) menyatakan bahwa psikologi merupakan studi mengenai ruh.
William James (1842-1910) mengemukakan bahwa psikologi merupakan ilmu pengetahuan mengenai kehidupan mental.
JB Watson (1878-1958) menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku organisme.
Crow dan Crow menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, yakni interaksi manusia dengan dunia sekitarnya (manusia, hewan, iklim, kebudayaan dan sebagainya.
Dari keempat penadapat diatas tersebut dapat dianalisis sebagai berikut.
     Pendapat pertama merupakan definisi yang paling kuno dan klasik (bersejarah) yang berhubungan dengan filsafat. Plato dan Aris Toteles merupakan tokoh filsafat yang beraliran klasik. Jika kita cermati lebih dalam mengenai  pendapat mereka tersebut, psikologi memiliki hubungan erat dengan kesadaran manusia. Mereka beranggapan bahwa kesadaran manusia berhubungan dengan ruh yang dimilikinya. Menurut pendapat mereka, studi mengenai kesadaran dan proses mental manusia pun merupakan bagian dari studi mengenai ruh.
Pendapat kedua sedikit meyelisihi pendapat pertama. Ketika psikologi keluar dari filsafat sebagai ilmu induk, William James mengemukankan psikologi merupakan studi kajian yang mandiri.  Karena itu psikologi dipisahkan dari filsafat yang dianggapnya kuno. Filsafat tidak berhubungan dengan ruh. Ruh merupakan hal berkaitan dengan spiritual sedangkan psikologi berkenaan dengan tingkah laku manusia sebagai mahluk yang berkarakter.
Pada pendapat ketiga seperti yang dikemukakan Watson sebagai tokoh yang radikal tidak puas dari pendapat pertama dan kedua. JB Watson kemudian mengkaji psikologi lebih mendalam. Menurut Watson manusia merupakan mahluk yang memiliki tingkah laku (behavior) sehingga Watson menafikan (menganggap tidak ada) esksistensi ruh dan kehidupan mental. Eksistensi ruh dan mental tidak dapat dibuktikan kecuali dalam hayalan belaka.
Untuk menengahi ketiga pendapat diatas maka muncul pendapat lain yang lebih kongkrit dan luas yakni pendapat pakar Crow dan Crow yang menyatakan bahwa tingkah laku manusia dipengaruhi oleh interaksi dengan lingkungannya sebagai mahluk sosial. Karena itu pendapat Crow dan Crow tentang psikologi sesuai dengan kenyataan selama ini. Psikologi umumnya menekankan penyelidikan terhadap tingkah laku manusia yang bersifat jasmaniah (aspek psikomotor) dan bersifat rohaniah (aspek kognitif dan afektif). Menurut pendapat mereka tingkah laku psikomotor bersifat terbuka sedangkan tingkah laku kognitif dan afektif bersifat tertutup.
Jika dicermati antara pendapat JB Watson dengan Crow & Crow memiliki kesamaan. Hai ini terlihat pada definisi psikologi dari pendapat kedua pakar tersebut bahwa stiap organism baik manusia maupun hewan atau binatang memiliki sifat dan karakter yang berubah-ubah. Perubahan tingkah laku tersebut dipengaruhi oleh gejala dalam diri organisme tersebut maupun di luar dari organism seperti lingkungan.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusi baik yang tampak maupun tidak tampak.    























    TUGAS BAHASA PENALARAN

KAJIAN PUSTAKA





LA HAMADI
A2D1 09 120


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO



KENDARI
2011






PENGANTAR JURNALISTIK


A.    Definisi Wartawan

Wartawan adalah orang yang hidup dan berkerja sebagai anggota redaksi surat kabar baik sebagai redaksi yang bertanggung jawab terhadap isi berita maupun korespionden yang mencari dan menyusun berita

B.    Jenis-jenis wartawan

1.    Wartawan yang tidak menerima amplop, yakni wartawan yang mengutamakan keprofesionalan dalam menjalankan tugasnya sebagai wartawan.
2.    Wartawan yang menerima amplop, yakni menerima uang diluar gaji sebagai wartawan terutama dalam pencarian berita yang sering meminta imabalan.
3.    Wartawan yang memperalat pers untuk mendapatkan uang

C.    Syarat-syarat wartawan

1.    Tahu yang menarik
2.    Selalu ingin tahu, dalam mecari berita selalu mangunakan  5 W + 1 H
3.    Mampu observasi

D.    Jenis –jenis observasi

1.    Observasi partisipankan, yakni wartawan terlibat langsuang dalam peliputan berita
2.    Observasi nonpartisipankan, yakni wartawan tidak terlibat langsung namun mengambil berita melalui saksi yang akurat
3.    Observasi diam-diam, yakni wartawan yang mencari berita dengan menyamarkan diri dan menyusup diam-diam terhadap obyek peliputan

E.    Sumber berita
1.    Observasi langsung dan tidak langsung dari situasi berita.
2.    Proses wawancara.
3.    Pencarian atau penelitian bahan-bahan melalui dokumen publik.
4.    Partisipasi dalam peristiwa.

F.    System Beat

a.    Keuntungannya :
1.    Sumber yakni pengembangan sumber menjadi keuntungan utama karena hubungan yang dekat dengan sumber berita membuat wartawan mudah mendapatkan berita dengan akses langsung
2.    Kontinuitas, yakni wartwan yang selalu bersama sumber berita menjadikan berita yang diliputnya berkesimambungan dan pengembangan beritanya menjadi akurat, lengkap dan bebas dari kekeliruan.
3.    Pengamatan, yakni peliputan yang rutin terhadap suatu berita akan membantu wartawan mengenal lingkungan atau kondisi sehingga menghasilkan berita yang berkualitas

b.    Kekurangannya :
1.    Perkoncoan
2.    Prasangka
3.    Lamur
4.    Ego
5.    Sempit
6.    Melemah

G.    Menulis berita

Ada lima syarat menulis berita, yaitu:
1.    Kejujuran: apa yang dimuat dalam berita harus merupakan fakta yang benar-benar terjadi. Wartawan tidak boleh memasukkan fiksi ke dalam berita.
2.    Kecermatan: berita harus benar-benar seperti kenyataannya dan ditulis dengan tepat. Seluruh pernyataan tentang fakta maupun opini harus disebutkan sumbernya.
3.    Keseimbangan:
Agar berita seimbang harus diperhatikan:
1.    tampilkan fakta dari masalah pokok
2.    jangan memuat informasi yang tidak relevan
3.    jangan menyesatkan atau menipu khalayak
4.    jangan memasukkan emosi atau pendapat ke dalam berita tetapi ditulis seakan-akan sebagai fakta
5.    tampilkan semua sudut pandang yang relevan dari masalah yang diberitakan
6.    jangan gunakan pendapat editorial
4.    Kelengkapan dan kejelasan:
Berita yang lengkap adalah berita yang memuat jawaban atas pertanyaan who, what, why, when, where, dan how.
5.    Keringkasan:
Tulisan harus ringkas namun tetap jelas yaitu memuat semua informasi penting.
H.    Nilai Berita
Sebuah berita jika disajikan haruslah memuat nilai berita di dalamnya. Nilai berita itu mencakup beberapa hal, seperti berikut.
1.    Objektif: berdasarkan fakta, tidak memihak.
2.    Aktual: terbaru, belum "basi".
3.    Luar biasa: besar, aneh, janggal, tidak umum.
4.    Penting: pengaruh atau dampaknya bagi orang banyak; menyangkut orang   penting/terkenal.
5.    Jarak: familiaritas, kedekatan (geografis, kultural, psikologis).
I.    Unsure-unsur berita
Berita yang baik umumnya harus memenuhi unsur: 5 W + 1 H
Yakni: (Who, What, Where, When, Why) + How
Atau : (Siapa, Apa, Dimana, Kapan, Mengapa) + Bagaimana
Kriteria Khusus:
1.    kebijakan redaksional/misi media. Masing-masing media memiliki kebijakan redaksional dan misi yang berbeda.
2.    Pendekatan keamanan (ancaman pembredelan, dan sebagainya). Berita yang mengkritik keras korupsi dan kolusi antara penguasa dan pengusaha bisa berujung pada pembredelan atau teguran terhadap media yang bersangkutan. Atau bisa memakan korban wartawan media itu sendiri, seperti kasus yang menyebabkan terbunuhnya wartwan Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin.
3.    kepekaan masyarakat pembaca dan kemungkinan dampak negatif berita terhadap pembaca. Misalnya untuk isu-isu yang menyangkut SARA (suku, Agama, Ras, dan antar golongan). Atau bisa menyinggung perasaan atau martabat pembaca.

J.    Proses penulisan berita
1.    Penugasaan, apa yang layak diliput
2.    Pengumpulan, pastikan data yang cukup
3.    Evaluasi, terutama hal-hal yang penting
4.    Penulisan, penentuan pilihan kata/diksi
5.    Penyuntingan/ editor

K.     Macam Berita:
Dari segi sifatnya, kita kenal dua macam: Hard News dan Soft News.
Hard News/Straight News:  berita yang lugas, singkat, langsung kepokok persoalan dan fakta-faktanya. Biasanyaharus memenuhi unsur 5W+1H secara ketat dan harus cepat-cepat dimuat, karena terlamba sedikit bisa basi. Istilah Hard News lebih mengacu pada isi berita, sedangkan istilah Straight News lebih mengacu pada cara penulisannya (struktur penulisanya).
Soft News: beritayang dari segi struktur penulisannya relatif lebih luwes, dan dari segi isi tidak terlalu berat. Soft news umumnyatidak terlalu lugas, tidak kaku, atau ketat khususnya dalam soal waktunya. Misalnya tulisan untuk menggambarkan kesulitan yang dihadapi rakyat kecil akibat krisis ekonomi. Selama krisis ekonomi masih berlanjut, berita itu bisa diturunkan kapan saja. Biasanya lebih banyak mengangkat aspek kemanusiaan (human interest).
Dari segi bentuknya, soft news masih bisa kita perinci lagi menjadi dua: News Features dan Feature.
Feature adalah teknik penulisan yang khas berbentuk luwes, tahan lama, menarik, strukturnya tidak kaku, dan biasanya megangkat aspek kemanusiaan. Pada hakekatnya penulisan feature adalah seorang yang berkisah. Ia melukis gambar dengan kata-kata, ia menghidupkan imajinasi pembaca, ia menarik pembaca kedalam cerita dengan mengidentififkasikan diri dengan tokoh utama. Panjang tulisan feature bervariasi dan boleh ditulis seberapa panjang pun, sejauh masih menarik.
Sedangkan News Feature adalah Feature yang mengandung unsur berita. Misalnya tulisan yang menggambarkan peristiwa penangkapan Tommy Suharto oleh polisi, yang diawali dengan penyadapan telepon dengan bantuan Roy Suryo seorang pakar Multimedia dan Komunikasi, pembongkaran ruang bawah tanah, sampai proses tertangkapnya disajikan secara seru, menarik, dan dramatis. Seperti menonton film saja.
L.    Struktur penulisan berita

Ada tiga bentuk susunan berita yaitu:
o    paling penting di bagian depan/awal dan seterusnya ke hal yang kurang penting, dan ini  adalah bentuk yang paling banyak digunakan;
o    bentuk paralel yakni bentuk penulisan berita di mana bagian awal, tengah, dan akhir memiliki bobot yang sama;
o    bentuk kronologis yakni bentuk penulisan berita yang memaparkan informasi secara berurutan menurut proses waktu atau proses peristiwanya .

M.    Cara penulisan teks berita

Penulisan berita harus memenuhi syarat yaitu :
(1) berita yang ditulis harus berisi fakta nyata,
(2) obyektif, berita yang ditulis harus sesuai dengan keadaan sebenarnya,
(3) berimbang, yakni berlandaskan pada kebenaran ilmu atau kebenaran
            berita itu sendiri tanpa mengabdi pada sumber berita,
(4)     akurat ,tepat dan jelas sasarannya,
(5)     berita yang ditulis hendaknya lengkap/komplit.
N.  17 ciri utama bahasa berita yang berlaku untuk semua bentuk media berkala tersebut. yakni :
sederhana, singkat, padat, lugas, jelas, jernih, menarik, demokratis, populis, logis, gramatikal, menghindari kata tutur, menghindari kata dan istilah asing, pilihan kata. (diksi) yang tepat, mengutamakan kalimat aktif, sejauh mungkin menghindari pengunaan kata atau istilah-istilah teknis, dan tunduk kepada kaidah etika
O.   Tips menulis berita yang baik untuk koran
1.  Menulis dengan jujur. Fakta tidak boleh dipelintir. Opini dan penafsiran harus ditulis dalam alinea yang berbeda. Boleh tidak netral, tapi harus independen.
2. Tanda baca koma
3>    catat dengan detail. Dengarkan dengan cermat. Rekam, jangan andalkan ingatan.
4: Tulis dalam kalimat yang jelas, lengkap, dan jernih.
5: Fokus pada topik berita. Jangan melebar ke sana-sini.
6: Tulis dengan proporsional, jangan berlebihan.
7: Periksa kalimat kutipan, pernyataan off the record, konfirmasi, dan “ucapan di kedai kopi”.
8: Yang terakhir, dan ini sangat mendasar: Patuhilah kode etik jurnalistik yang melarang wartawan melakukan plagiat atau menjiplak.